SKI|Mataram – Nantinya hanya ada dua jenis pupuk yang akan bisa diakses petani dengan harga subsidi, yakni pupuk urea dan NPK,sedangkan untuk pupuk SP-36, ZA, dan Organik Granul rencananya tidak akan disubsidi lagi.
Senior Vice President Public Service Obligation (SVP PSO) Wilayah Timur PT Pupuk Indonesia, Muhammad Yusri memaparkan bagai mana rencana pemerintah yang akan mengurangi jenis pupuk subsidi ini yang di latar belakangi rekomendasi komisi IV dengan kementerian pertanian dan juga pupuk Indonesia yang ikut di dalamnya sebagai anggota. Namun hal ini sebetulnya dari pupuk Indonesia masih menunggu surat kepastian rencana tersebut.
“Tetapi direncanakan per 1 Juli 2022 ini akan dilakukan, jadi nanti hanya ada dua jenis pupuk yang di subsidi yaitu urea dan NPK. Sementara SP-36, ZA dan organik tidak akan di subsidi lagi,” ujar Muhammad Yusri, Kamis (9/6).
Ketika pembelian pupuk subsidi dibatasi, maka diperkirakan akan banyak petani untuk membeli pupuk non subsidi. Oleh sebab itu pihaknya memastikan akan menjaga stabilitas ketersediaan pupuk.
“Kalau tidak mendapatkan subsidi, ya membeli pupuk non subsidi. Adapun stok pupuk bersubsidi produsen di Provinsi NTB total mencapai 31.563 ton. Jumlah ini jauh lebih banyak dari stok ketentuan minimum pemerintah,” paparnya.
Dijelaskan, rencana pemerintah mengurangi subsidi pada pupuk, salah satunya karena keterbatasan dari pemerintah sehingga dibatasi dua jenis pupuk. Dimana memang pupuk Indonesia untuk produk yang memang bisa dijamin ketersediaannya di pupuk urea, sementara untuk NPK ini menjadi pupuk yang penting juga untuk meningkatkan produktivitas.
“NPK masih tetap disubsidi walupun saat ini kita terkendala bahan baku, karena adanya perang Ukraina dan Rusia,” ucapnya
Kendati demikian, untuk mengantisipasi ketersediaan pupuk NPK saat ini dan seterusnya diterus dilakukan. Diakui memang untuk saat ini bahan bakunya masih mengimpor dari Rusia, Belarusia dan Ukraina. Namun masih ada negara penghasil bahan bakunya dari negara selain Rusia, Belarusia, dan Ukraina.
“Masih ada Jordania, Kanada, Mesir juga sehingga kita melakukan pendekatan kepada negara-negara yang ada diluar Rusia dan Ukraina. Harapan kita mudah-mudahan bahan baku cukup terutama di 2023,” terangnya.
Untuk penyaluran pupuk subsidi yang terdiri dari lima jenis pupuk bersubsidi, yaitu pupuk Urea, SP-36, ZA, NPK, dan Organik Granul. Rinciannya, pupuk Urea sebesar 88.625 ton, NPK 29.892 ton, SP-36 6.321 ton, ZA 6.091 ton, dan organik 2.557 ton.
“Selain itu, kami juga telah menyalurkan pupuk organik cair sebanyak 8.712 liter kepada petani di NTB,”
Terkait dengan kelangkaan pupuk itu tidak pernah langka. Kendati pihaknya sudah berkomitmen untuk memprioritaskan pengadaan pupuk subsidi diseluruh wilayah Indonesia, kalau dikatakan langka sebetulnya tidak, tetapi kalau dikatakan kurang itu betul.
“NTB juga antara usulan dan alokasi juga sangat berbeda jauh. NTB itu usulan secara total 2022 ada sekitar 985. 846 ton sementara alokasi yang tersedia hanya 271.954 ton. Artinya akan banyak petani yang tidak mendapatkan pupuk subsidi, walaupun sudah masuk ke dalam sistem E-RDKK,” jelasnya.
Disisisl lain, SVP Perencanaan & Manajemen PSO Pupuk Indonesia, Eric Juliana Rachman mengungkapkan bahwa kelancaran proses produksi pupuk juga berkat adanya ketersediaan bahan baku pupuk. Terutama phosphate (DAP dan Rock Phosphate) dan kalium (KCl), di mana Pupuk Indonesia secara umum telah berhasil menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku pupuk hingga 2023. Karena ketersediaan bahan baku dan kestabilan pasokan pupuk nasional menjadi sangat penting di tengah ketidakpastian global, terutama dampak dari perang Rusia dan Ukraina.
“Perlu kita pastikan ketersediannya, karena phosphate dan Kalium ini merupakan bahan baku dari hasil tambang yang tidak tersedia dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri,” ujarnya. (RK)