oleh

Debitur Tak Perlu Cemas Kreditur Tak Perlu Was-was, PKPU Bukanlah Jalan Pintas

 

SKI|Bogor (06/11/’22) – UU No.37 Tahun 2004 Tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Kepailitan memberikan kepastian hukum bagi para kreditur maupun debitur. Melalui PKPU, kreditor mendapatkan kepastian mengenai kapan mereka bisa menerima piutang yang sudah diberikan kepada debitur. Selain itu, prosedur ini juga bisa memberikan jalan keluar bagi debitur untuk melakukan restrukturisasi utang sehingga proses pembayaran menjadi lebih mudah.

Bambang Pradityo, S.H. selaku Advokat, Founder Kantor Advokat dan Konsultan Hukum BP & Partner yang menangani segala permasalahan hukum, untuk kali ini menyampaikan solusi dan pendapat hukum saat berperkara PKPU Kepailitan.

PKPU yang selama ini menjadi momok terutama bagi para debitur dan tidak terlepas bagi para kreditur.
Dalam situasi perekonomian yang terpuruk selama pandemi Covid-19 dan baru mulai bangkit serta tumbuh perlahan, namun dengan munculnya issu resesi ekonomi global 2023 ditengah saat pertumbuhan perekonomian yang baru bangkit dari keterpurukan tentunya membawa dampak negatif dan kecemasan untuk dunia usaha dan industri.

BP & Partner hadir ditengah situasi yang sulit ini dengan memberikan LAYANAN KONSULTASI GRATIS, khususnya untuk para pelaku ekonomi usaha industri dengan memberikan solusi serta pendapat hukum saat berperkara PKPU sebagai berikut :

1. Untuk tidak mengakui adanya tagihan yang berasal dari pihak yang tidak mempunyai legal standing / tidak mempunyai hak atau TIDAK MEMBAWA SURAT KUASA KHUSUS yang sudah diperbaharui sesuai dengan keterkaitan perkara PKPU yang sedang berproses.

2. Klasifikasi Kreditor dalam UUK PKPU No.37 tahun 2004 : 1). Kreditor Sparatis ( pemegang hak jaminan; 2). Kreditor Preferent dan 3). Kreditor Concurent.

3. Pemegang Hak Suara pada saat pemungutan suara adalah Kreditor Concurent dan Kreditor Sparatis / pemegang hak jaminan ( Pasal 229 ayat (1) a dan b UUK PKPU No.37 tahun 2004.

4. Hak Suara Kreditor Preferent tidak diatur dalam UUK PKPU No.37 tahun 2004.

5. Dalam konteks PKPU, rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan:
a. persetujuan lebih dari 1/2 jumlah kreditur concurent yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat kreditur termasuk kreditur yang tagihannya dibantah dan dapat ikut serta dalam pemungutan suara dengan jumlah batasan suara berdasarkan penentuan hakim pengawas, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditur concurent atau kuasanya yang hadir dalam rapat; dan
b. persetujuan lebih dari 1/2 jumlah kreditur yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan dari kreditur tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat.

Rencana perdamaian dapat ditolak oleh pengadilan meskipun telah mendapat persetujuan mayoritas kreditur.

Pengadilan wajib menolak pengesahan perdamaian dalam kepailitan apabila:
a. harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian;
b. pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin; dan/atau
c. perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau lebih kreditur, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini.

Dalam perkara PKPU, pengadilan wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian, apabila:
a. harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian;
b. pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin;
c. perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau lebih kreditur, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini; dan/atau
d. imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya.

Menurut hemat kami, suatu rencana perdamaian setidak-tidaknya dapat memasukan hal-hal dibawah ini:
a. keadaan usaha debitur saat ini;
b. prospek kelangsungan usaha debitur;
c. posisi neraca keuangan terbaru;
d. aset disclosure; dan
e. komitmen investor (jika ada).

Uraian diatas bukan merupakan suatu keharusan dalam penyususan suatu rencana perdamaian. Namun perlu diingat, menyampaikan rencana perdamaian yang terperinci dan terbuka akan membawa keyakinan tersendiri bagi kreditur. Debitur dapat dianggap sunguh-sungguh menyelesaikan utang-utang yang dimiliki.

6. Perlu dipertimbangkan bahwa yang akan timbul ketika masuk dalam proses rencana perdamaian dan penawaran pembayaran utang / pengajuan Proposal, yaitu : 1). Ketika proposal disetujui akan terjadi Homologasi yang akan ditetapkan oleh pengadilan dan 2). Ketika proposal ditolak maka akan terjadi penetapan Pailit.

7. Pasca Putusan / PKPUS diberikan waktu 45 hari untuk melakukan perdamaian dan jika adanya permohonan perpanjangan waktu setelah 45 hari serta disetujui oleh Kreditur sampai batas waktu maksimal 270 hari yang mengacu pada Pasal 228 ayat (4) UUK PKPU, maka konsekuensi yang harus dipertimbangkan adalah adanya penambahan biaya Pengurus.

8. Terkait biaya Pengurus harus dibahas dari awal, apakah ada keringan atau kebijakan terkait besaran biayanya. Terkait waktu pembayarannya “dibayarkan setelah berakhir PKPU” dengan berpedoman pada Permenkumham No. 2 tahun 2017 dan/atau ketentuan yang berlaku.

9. Biaya jasa Kurator sudah ditentukan melalui Permenkumham No.18 tahun 2021 Tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus.

Kesimpulan : Kami menyarankan untuk bisa mengikuti Proses rapat dalam PKPUS agar dimaksimalkan proses penyelesaian yang akan menjadi Homologasi sehingga penyelesaian persoalan bisa cepat terselesaikan dengan baik; kami tidak menyarankan kalau Perusahaan dibiarkan pailit atau kita tidak bisa menyelesaikan secara musyawarah yang nantinya akan tertuang dalam keputusan Homologasi; kami menyarankan agar memberitahu Kreditur lain untuk mendaftarkan tagihan / piutangnya bila ada pada Debitur, sehingga hak pada Kreditur lain untuk dapat mempertimbangkan kelangsungan usaha Debitur agar dapat menyelesaikan dengan dukungan para Kreditur lain demi terbayarnya hutang para Kreditur.

Dasar Hukum : Undang – Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Kepailitan; Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 109/KMA/SK/IV/2020 Tentang Pemberlakukan Buku Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. (UT)

Sumber : BP & Partner