Direktur LPHPA: Kurangnya Anggara Dari Pemerintah Untuk Penanganan Kekerasan Seksual Anak

SKI | Lampung – Sebagai lembaga yang konseren dengan pemenuhan hak anak dan perempuan, LPHPA menyatakan keprihatinan atas masih maraknya kekerasan terhadap anak dan perempuan terutama kekerasan seksual terhadap anak di Lampung. Apalagi terjadi dalam suasana Bulan Penuh Berkah dan Hikmah ini, Bulan Ramadhan, ungkap Dir LPHPA Toni Faisher kepada awak media, sabtu (08/03/25).

Hal ini seharusnya juga menjadi pertimbangan seluruh pemerintah daerah saat ini, agar kedepannya tidak ada lagi atau setidaknya berkurang angka kekerasan terhadap anak terutama kekerasan seksual, tandasnya.

Penting kami mengingatkan kepada seluruh pemerintah daerah se-Lampung untuk serius dan menjadi fokus utama dalam perlindungan anak, baik di mulai dari Visi dan Misi, maupun dalam target utama pembangunan, bukan hanya fokus pada infrastruktur saja. Karena bila infrastruktur baik tapi anak – anak tidak terlindungi, sama saja pemerintah daerah itu gagal dalam Indek pembangunan manusia,yang juga menjadi standar penilaian kesuksesan pembangunan oleh pemerintah pusat, tegasnya.

Namun sedihnya saya, hingga hari ini, dan semoga saya salah, dari semua kepala daerah yang sudah bertugas saat ini, tidak satupun yang membuat komitmen untuk perlindungan anak dan perempuan, belum dengar saya, ucapnya.

Saya ingatkan, bahwa pemenuhan hak anak dan perlindungan anak, bukan hanya sebuah jargon, bahkan hanya bahan konsumsi politik, tapi tegas di jabarkan oleh undang – undang. Mulai dari undang – undang dasar, undang – undang pemerintahan daerah, undang – undang Pemerintahan desa, undang – undang perlindungan anak , hinggal undang – undang perlindungan anak lainnya dengan jenis spesialis lainnya misal KDRT, TPPO, PORNOGRAFI dll. Bahkan banyak sekali turunan dari Undang undang tersebut diatas, bahkan diatur pula dalam sebuah Keputusan presiden nomor 36 tahun 1990 tentang Konvensi hak anak, yang berlaku juga diterapkan oleh semua negara di dunia.

Bila menyimak banyaknya undang – undang kewajiban negara, pemerintah daerah dan desa tersebut, timbul pertanyaan, Apakah semua Kepala daerah dan semua jajaran perangkat daerahnya tahu, ungkapnya.

Ini perlu di evaluasi juga oleh pemerintah pusat, baik oleh kementerian dalam negeri, kementerian Bappenas, kementerian PPPA. Bahkan bisa juga menjadi pertanyaan, apakah saat retreat kepala daerah di Akmil tempo hari, apakah para kepala daerah itu juga dibekali ilmu perlindungan anak dan perempuan, dibekali ilmu hak anak dan perempuan.

Jadi, saya mengatakan hal tersebut diatas, untuk lebih mengingatkan para kepala daerah saat ini, tentang kewajiban nya. Dan bila sudah ada tertera dalam nawacita nya, bisa tidak terlaksana, dan bila terlaksana harus terus di evaluasi dan di monitoring, sehingga tidak menimbulkan jargon bahwa Perlindungan anak hanya sebatas parsial, dekoratif, bahkan manifulatif.

Meskipun saya ragu dengan situasi anggaran saat ini yang terkena kebijakan efisiensi yang sebenarnya ditahun Covid kena recofushing dan rasionalisasi. Kenapa saya ragu untuk perlindungan anak anggarannya bisa tidak ada, Itu kementerian PPPA saja sudah tidak ada Anggaran sosialisasi dan pendampingan, terangnya.

Bayangkan, Bagaimana dengan nasib anak Indonesia ini kedepannya. Anggaran untuk sosialisasi pencegahan saja tidak ada, berikut anggaran pendampingan dan pelayanan lanjutan bagi korban, sesuai PP 78 TAHUN 2021, tentang pelayanan lanjutan yang komprehensif dan berkelanjutan bagi anak korban kekerasan yang membutuhkan perlindungan khusus.

Termasuk Dana Alokasi Khusus dari pusat kepada daerah untuk pelayanan dan pengembangan kasus anak dan perempuan, yang selama ini bisa membuat daerah mampu mengadakan sosialisasi (APBD KURANG), jangan jangan DAK itu juga hilang kena efisiensi di pusat.

Terakhir, Sangat mendorong pemerintah daerah di Lampung untuk segera mencari solusi anggaran bersama DPRD nya, bila memang sudah tidak ada lagi anggaran akibat wajib mematuhi arahan pemerintah pusat tentang efisiensi anggaran. Sehingga Faktor penyebab masih terjadinya kekerasan terhadap anak yaitu : Kebijakan pemerintah yang kurang peka sehingga kurang anggaran dan program, Penegakan hukum yang belum maksimal,ketidak tahuan masyarakat atas undang-undang akibat kurang tersosialisasi, pola asuh orang tua. Bisa berkurang, tutupnya.

Untuk terkait pendampingan hukum dapat menghubungi lembaga bantuan hukum (LBH) Lebah Megachile Dorsara atau BE-i Law Firm, bagi masyarakat wilayah Lampung yang membutuhkan pendampingan Hukum. (Ijal).