SKI | Lampung – Terdakwa Hasan Azhari Nawi dituntut hukuman penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pesawaran, Rio selama tujuh belas tahun serta denda Rp800 juta subsider enam bulan penjara dalam perkara penyalahgunaan narkotika sebanyak 0,06 gram.
Jaksa Rio dalam perkara tersebut telah mendakwa terdakwa dengan Pasal 114 Ayat (1) juncto Pasal 112 Ayat (1) Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Atas tuntutan tersebut, terdakwa melalui penasihat hukumnya, Yunizar Akbar dalam surat pledoinya menerangkan bahwa apa yang telah dituntut kan oleh jaksa merupakan suatu ketidakadilan dan kekhilafan lantaran terlalu berat dan tidak adil.
“Barang bukti hanya 0,06 gram yang terindikasi merupakan sisa pakai. Jadi sangat jauh di bawah klasifikasi barang bukti penyalahguna narkotika yang diatur dalam SEMA No.4 Tahun 2010,” ungkanya, Jumat (13/0/12/24).
Dia melanjutkan masih dalam surat pledoinya barang bukti tersebut juga tidak ditemukan oleh kepolisian saat dalam penangkapan melainkan ditemukan di rumah terdakwa berupa alat hisap sabu jenis bong.
“Pada saat ditangkap terdakwa tidak sedang melakukan transaksi atau menjual narkotika, bahkan barang bukti narkotika dalam perkara ini ditemukan di rumah terdakwa dan tidak dalam penguasaannya. Sebab terdakwa sedang diperiksa di Kantor Polres Pesawaran,” kata dia.
Tidak hanya itu, lanjut dia, saat terjadi penangkapan di jembatan Tegineneng, Pesawaran terdakwa bersama rekannya bernama Adam yang telah meninggal dunia akibat diduga menelan sabu beserta bungkusnya diinterogasi secara terpisah di pos polisi tegineneng.
Usai menelan sabu tersebut, tambah dia, rekan terdakwa bernama Adam meninggal dunia pada Sabtu tanggal 15 Juni 2024 sekira Pukul 12.16 WIB di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung.
“Pengakuan korban sebelum meninggal pada saat penangkalan bahwa dirinya disuruh terdakwa menelan sabu yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Namun itu dibantah terdakwa dalam persidangan baik disuruh menelan sabu maupun sabu tersebut rencana akan dijual lagi,” katanya.
Ia menambahkan hasil pemeriksaan tes urine oleh kepolisian bahwa terdakwa dinyatakan positif menggunakan narkotika, namun dalam persidangan jaksa justru tidak melampirkan barang bukti hasil tes urine. Selain itu, mengenai kematian rekan terdakwa juga tidak didukung dengan hasil autopsi serta tidak dilakukan upaya untuk mengeluarkan plastik yang berisi narkotika jenis sabu yang berada di dalam tubuh setelah korban dinyatakan meninggal dunia.
“Jadi ini ada kejanggalan apakah benar rekan terdakwa meninggal karena menelan sabu atau ada hal yang lainnya karena tidak didukung dengan autopsi. Jadi berdasarkan barang bukti tersebut sudah jelas jika terdakwa hanyalah pengguna narkotika jenis sabu. Hal ini dapat dilihat dari jumlah barang bukti narkotika serta adanya seperangkat alat hisap yang ditemukan pihak kepolisian,” katanya lagi.
Sementara itu, Supri selaku paman korban yang merupakan rekan terdakwa berdasarkan BAP mengaku bahwa keponakan nya meninggal akibat dipaksa oleh terdakwa untuk menelan sabu saat sebelum diberhentikan oleh kepolisian.
Saat itu, katanya, keduanya menggunakan mobil dari Tegineneng usai mengambil sabu. Namun saat diberhentikan polisi keponakan nya tersebut dipaksa untuk menelan sabu.
“Di mobil itu hanya ada mereka berdua. Sebelum Adam meninggal katanya dia dipaksa menelan sabu,” katanya.
Dari fakta persidangan, peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu tanggal 15 Juni 2024 Pukul 00.30 WIB di Jalan Lintas Sumatera, Desa Bumi Agung, Kecamatan Tegineneng, Kabupaten Pesawaran. Pada saat dilakukan penggeledahan, polisi mengamankan barang bukti berupa satu unit ponsel dan satu unit mobil yang dikendarai terdakwa.
Saat penangkapan, polisi kembali mengembangkan ke rumah terdakwa dan ditemukan sisa pakai sabu sebanyak 0,06 gram, alat hisap sabu, bekas plastik sabu, dan satu biah timbangan digital. (Ijal).