SKI | OPINI.
“ Kunci keberhasilan sebuah organisasi dalam melaksanakan tupoksinya tergantung pada kualitas SDM yang ada dalam organisasi tersebut. Namun dalam prakteknya tata kelola SDM ini bukanlah hal yang mudah, karena banyak variabel yang mempengaruhinya, baik kualitas ‘bahan baku /raw material’, motivasi, sistem pengembangan karir, dan sebagainya. Namun kadangkala didapatkan ada orang yang “bahan baku-nya” bagus, saat diwawancara juga bagus, tetapi kinerjanya kurang bagus. Jika ini yang terjadi, maka teknik ‘coaching’ bisa menjadi jawaban untuk membuka bakat dan mengisi kesenjangan dalam kinerja. Bahkan ada satu penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat kinerja rata-rata meningkat sebesar 17% pada staf yang menerima coaching sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman dan motivasi intrinsik pegawai dalam mengoptimalkan potensi dan kompetensi yang dimilikinya. Salah satu caranya dengan model Couching Clinic “, ungkap Pemerhati SDM Dede Farhan Aulawi di Bandung, Senin (14/2).
Menurutnya, Coaching Clinic merupakan suatu pendekatan pola pengembangan yang berbasis Core Bussines Organisasi dengan pendekatan Human Capital yang menempatkan sumber daya manusia sebagai investasi jangka panjang suatu organisasi. Pengembangan SDM juga bisa didasarkan pada gap kompetensi baik terhadap jabatan saat ini maupun rencana karier ke depan, sehingga pengembangan yang dilakukan dapat fokus membidik kebutuhan objektif dari masing-masing staf. Dalam kegiatan Coaching Clinic ini, asesor dan psikolog yang kompeten akan mendampingi para peserta untuk menemukenali kekuatan-kekuatan yang dapat dipergunakan sebagai daya ungkit meningkatkan kinerja sekaligus menerima hal-hal yang belum memenuhi ekspektasi sebagai peluang pengembangan diri.
Pengembangan diri memang merupakan sesuatu yang perlu dilakukan secara kontinu agar semua staf mampu mengembangkan kompetensi dan kinerja agar lebih baik dari waktu ke waktu, sehingga dapat berkontribusi secara optimal di organisasi. Menurut Harvard Business Review, coaching memberikan kesempatan untuk bertindak sebagai fasilitator untuk mengkomunikasikan kinerja secara dua arah, dimana individu yang lebih berpengalaman atau terampil memberikan saran dan bimbingan kepada staf yang dimaksudkan untuk membantu mengembangkan keterampilan, kinerja, dan karier individu. Seorang ‘Coach’ hanya membantu staf untuk berpikir, menimbulkan insight dan menstrukturkan pemikiran mereka agar mampu mencapai tujuan yang sudah ditetapkan diri sendiri.
Kemudian pada kesempatan ini Dede juga menjelaskan empat tahap dalam proses kerja coaching, yaitu Awareness, Clarity, Choice, dan Action. Couching diperlukan jika organisasi dinilai dalam kondisi perkembangan organisasi yang stagnan, ada masalah dalam organisasi yang tidak terselesaikan, merasa tidak yakin apakah tupoksi sudah dijalankan dengan benar, dan masalah pada pengembangan.
Secara sederhana, coaching clinic bisa dijelaskan sebagai proses bimbingan singkat, berupa kegiatan yang berfungsi untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan peningkatan kinerja sumber daya manusia (SDM). Umumnya, kegiatan yang dilakukan berupa pelatihan, workshop, kelas mentoring, dan terapi atau konseling. Selain itu, kegiatan ini juga bisa membantu dalam meningkatkan profesionalitas secara personal maupun sistem karir. Dalam hal ini ada tiga Jenis Coaching Clinic, yaitu executive coaching, business coaching, dan career coaching. Executive coaching adalah program yang dirancang untuk membantu para pemimpin atau stakeholder pada level eksekutif untuk mencapai target tertinggi yang ditetapkan. Coaching ini bertujuan untuk menciptakan pola pikir baru, gaya kepemimpinan, dan meningkatkan hubungan antar eksekutif dalam suatu perusahaan.
Adapun manfaat dari program Coaching Clinic, adalah membantu mengenali Potensi Diri setiap anggota, meningkatkan Performa Kerja, mengurangi Konflik Kerja, dan meningkatkan Intrapersonal dan Interpersonal Skill. Kemampuan intrapersonal adalah transformasi diri secara individu ke arah yang lebih baik, misalnya menjadi lebih percaya diri, bersemangat, optimis, berpikiran positif, membangun citra diri positif, mampu mengaudit diri, hingga kemampuan mengendalikan emosi. Sementara interpersonal, adalah kemampuan berinteraksi antar sesama untuk mencapai sebuah tujuan yang sama, misalnya kemampuan untuk bernegosiasi, bersinergi dan menghargai keberagaman.
“ Dengan demikian, ‘coaching clinic’ menjadi sangat penting untuk meningkatkan kinerja organisasi berbasis pada peningkatan kinerja individu. Peningkatan kinerja ini bisa terjadi jika setiap orang menyadari setiap potensi yang dimilikinya, dan sekaligus mengetahui kekuarangan – kekurangan yang masih harus diperbaiki “, pungkas Dede. (YBS/Anton. K)