SKI | Tangerang – Alfredo Tanjaya, terdakwa kasus tabrakan maut yang menewaskan dua mahasiswi, dituntut hukuman tiga bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Tangerang, Kamis (27/7/2023). Melalui kuasa hukum masing-masing, keluarga korban Yovita SS dan Mishel Gunawan menyatakan kekecewaannya terhadap JPU.
“Kami selaku pihak keluarga korban sangat kecewa dengan tuntutan JPU yang hanya menuntut 3 (tiga) bulan penjara, sangat jauh dari ancaman maksimal hukuman sesuai pasal yang didakwakan, yaitu 6 tahun penjara,” tulis kuasa hukum kedua pihak korban dalam surat kepada tim JPU.
Diketahui, JPU mendakwa Alfredo dengan Pasal 310 ayat (4) Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi “Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta Rupiah).”
Sebelumnya, Alfredo dilaporkan ke Polres Tangerang Selatan pada 07 April 2023 atas peristiwa tabrakan. Menurut keterangan kepolisian, saksi Rusdi menyebutkan Alfredo yang mengendarai mobil Pajero menabrak Yovita dan Mishel yang berboncengan menggunakan sepeda motor Beat di depannya dengan kecepatan tinggi hingga kedua korban terpental.
Kecelakaan tersebut seketika menewaskan Yovita. Sedangan, Mishel yang mengalami luka pendarahan dan patah kaki dibawa ke Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten Tangerang. Namun, nyawa Mishel tidak dapat tertolong setelah mendapatkan perawatan selama sembilan hari.
Pihak kepolisian diketahui tidak langsung menahan Alfredo. Alfredo ditahan oleh pihak kepolisian dua puluh hari setelah kejadian naas tersebut. Lalu, kasus dilimpahkan ke Kejaksaan Tangerang Selatan dan ditangani Jaksa Tomi Detasatria, SH.
Kedua pihak keluarga korban sepakat berdamai dengan keluarga Alfredo pada 12 Juni 2023. Pihak Alfredo memberikan santunan sebesar seratus juta rupiah untuk masing-masing keluarga korban.
Meski demikian, kedua pihak keluarga korban berharap proses hukum tetap memenuhi rasa keadilan. “Bahwa sekalipun sudah ada perdamaian antara terdakwa AT dengan keluarga para korban, namun belum memenuhi rasa keadilan mengingat upaya perdamaian yang dimohonkan oleh pihak terdakwa AT hanya untuk memenuhi syarat bebas dari tuntutan hukum atau keringanan hukum. Kami belum melihat ada rasa penyesalan dari terdakwa AT,” tegas kedua pihak keluarga korban. (red)