oleh

PN Jakbar Tetapkan Terdakwa CL dengan Hukuman Ringan

SKI Jakarta – Seperti yang dilansir oleh  (Harian Jawa Pos) Jessie Hezron, S.H., M.H. dengan membawa bendera Dhipa Adista Justicia untuk memperjuangkan keadilan untuk (CL) dengan berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 18 Desember 2021, legah serta mengucap syukur terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam perkara pidana nomor : Nomor 1019/Pid.Sus/2021/PNJkt.Brt. Sabtu (18/06/2022).

Terdakwa/Terpidana CL ini akhirnya dapatmemperoleh keadilan setelah 5 Bulan di tahan pada Penyidik Polres Jakarta Barat, kemudian terakhir berdasarkan Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Bahwa siapa saja dapat mengalami permasalahan, yakni salah satunya adalah masalah hukum. Masalah hukum yang menimpa dan dihadapi dengan penuh tanggung-jawab oleh salah satu Klien dari Kantor Hukum yang dididirikan oleh LAKSAMANA TNI (P) TEDJO EDHI PURDIJATNO.SH, dihadapi dan dijalani ditengah pandemic covid-19 yang melanda dunia dan juga tidak terlepas pada negara Hukum kita ini yakni Indonesia.

Pada Pertengahan tahun 2021 yang lalu, CL harus mendekam serta tidak lagi mendapatkan kebebasannya sebagaimana mestinya lantaran harus bersedia mempertanggungjawabkan, apa yang menjadi tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, terhadap dirinya yang diduga telah dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dalam tuntutan Primair dengan Pasal 196 Jo Pasal 98 Ayat (2) dan ayat (3) Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana;

Bahwa pada proses persidangan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, CL selaku “TERDAKWA” yang didampingi oleh Kuasa Hukum yakni MARUSAHA, S.H., M.H., NICHO HEZRON., S.H., M.H. – IANSEN CHRISTIAN.,SH, JESSIE HEZRON.SH.,MH – JOHANES NAPITUPULU, S.H., BAMBANG CHRISTIANTO.,SH – HAFIZ ANDI SADEWO.,SH – YOHANNA CHRISTIEN BANEULI SIRAIT, S.H., M.H., telah dengan sangat maksimal dalam koridor hukum, dalam melaksanakan pembelaaan terhadap Charlen yang pada saat tersebut mengikuti persidangan secara online/daring dari Rumah Tahanan Bareskrim Polri.

Bahwa sebagaimana pokok dari permasalahan hukum yang diduga dilakukan oleh Charlen dengan tuntutan hukuman maksimal 10 Tahun denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sebagaimana ketentuan Pasal 196 Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang berbunyi : “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Pada proses persidangan sebagaimana Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981) tersebut, demi menguji kebenaran yang sebenarnya sebagaimana tujuan dari pada Hukum Acara Pidana yakni Tujuan untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materil, atau mencari kebenaran yang sebenar-benarnya, maka dalam menguji kebenaran sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang dibacakan di muka persidangan dalam perkara a quo, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang juga menghadirkan bukti-bukti berupa bukti surat dan juga saksi-saksi fakta, serta Ahli dalam menguji setiap unsur-unsur dalam Pasal tersebut;

Bahwa yang menjadi menarik dalam perkara a quo dan tengah dihadapi oleh CL, Jaksa Penuntut Umum yang kemudian menghadirkan Saksi Ahli dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) POLRI selaku Kasubdit Kimia dengan latar belakang pendidikan Ahli adalah Sarjana Farmasi dan dilanjutkan dengan Pendidikan Apoteker, dengan tugas sehari-hari dalam melaksanakan pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan Laboratorium Kriminalistik Barang Bukti Bahan Kimia yang belum diketahui dalam makanan, kosmetika dan bahan kimia produk industri laiinya;

Bahwa dalam keterangan Ahli DIAN INDRIANI, S.Si., Apt., di bawah sumpah pada salah satu point pentingnya yang kemudian dapat menjadi pertimbangan Hukum oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo, adalah terutama pada keterangannya bahwasannya ahli dalam melakukan pemeriksaan kandungan isi zat obat yang terdapat dalam barang bukti yang telah diajukan dalam persidangan, menerangkan lebih lanjut terhadap “Avigan Favipivavir” mempunyai kandungan obat yang berisi Favipiravir yang merupakan anti virus dan bermanfaat untuk mengatasi influenza;

Lebih lanjut diterangkan oleh ahli yang berlatar belakang Apoteker tersebut pada persidangan yakni Bahwa Azithromycin Dihydrate 500mg dan Zarom 500 Azithromycin Dihydrate mempunyai kandungan Azithromycin yang merupakan obat anti biotik yang bermanfaat mengobati infeksi karena bakteri; lanjutnya Bahwa Desrem Remdesivir mempunyai kandungan obat yang berisi Remdesivir yang bermanfaat untuk anti virus. Hal mana atas keterangan Ahli tersebut CL yang pada saat itu berstatus sebagai Terdakwa tidak keberatan dengan keterangan-keterangan yang diterangkan oleh Ahli dari Bareskrim Polri tersebut;

Bahwa CL yang dituntut pada persidangan dalam perkara Pidana atas perbuatannya menjual obat “Actemra” sebagai obat yang dapat membantu menyembuhkan Covid-19, pada mulanya hanya berniat untuk membantu salah satu teman/kerabat Terdakwa yang dinyatakan poistif Covid-19;

Bahwa atas dasar niat baik dari pada CL tersebut, Kuasa Hukum Dhipa Adista Justicia yang dengan sunguh-sunguh dalam Nota Pembelaan tersebut dengan dasar dan tujuan semata-mata untuk menegakan keadilan sebagaimana adagium hukum Adagium, “Sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan (Fiat Justitia Ruat Caelum)” kemudian dengan mengingat suatu adagium yang menjadi semangat penegakan Hukum, “Lebih Baik
Membebaskan Seribu Orang Yang Bersalah, Dari Pada Menghukum Seorang Yang Tidak Bersalah,” pungkasnya.

Maka dalam melakukan pembelaan pada persidangan terhadap Klien dengan tujuan sebagai penyeimbang dari sisi kami Penasehat Hukum, atas Tuntutan/Requisitoir Jaksa Penuntut Umum Tentunya, Pledoi ini bukanlah sesuatu yang hendak membela kesalahan Terdakwa agar bebas di luar pertimbangan–pertimbangan hukum, tetapi suatu ikhtiar hukum agar sebelum Yang Mulia Majelis Hakim menjatuhkan putusan, telah mendapatkan penjelasan atau keterangan dari pihak Terdakwa, baik berdasarkan bukti – bukti dan segala sesuatunya atas perkara tindak pidana yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Terdakwa. Pledoi ini adalah salah satu alat peradilan untuk membantu Majelis Hakim untuk sampai pada suatu keyakinan, dan dengan keyakinan ini kesalahan atas suatu perbuatan dapat ditentukan secara benar, adil dan baik bagi seluruh pihak.

Bahwa atas hal tersaebut Dhipa Adista Justicia dalam isi Nota Pembelaan Dan Kesimpulan pada isinya menyampaikan kepada Majelis Hakim dalam perkara a quo, yakni hal-hal sebagai berikut;

Bahwa selama berjalannya proses persidangan tidak terbukti adanya unsur Niat/Sikap Batin (Mens Rea) dari Terdakwa, oleh karena Terdakwa hanya membantu orang tua teman/kerabat Terdakwa yang sakit dan memerlukan obat guna penyembuhan Covid-19, yakni Ibu dari Terdakwa – AHMAD IRFAN;

Bahwa tidak ada satupun yang dapat membuktikan bahwasannya obat tersebut merugikan orang lain, dalam arti Orang/Pasien yang mengkonsumsi obat tersebut mengalami penurunan kondisi fisik masalah kesehatan dan/atau cacat permanen. Sedangkan Fakta sebaliknya menunjukkan adanya efek yang menyembuhkan Orang/Pasien yang mengkonsumsi Obat tersebut menjadi sembuh sehingga terlihat adanya khasiat dari obat tersebut;

Bahwa selama proses persidangan, tidak ada satupun hal yang dapat membuktikan terkait kepalsuan Obat tersebut secara medis melalui prosedural pemeriksaan laboratorium yang dapat dipertanggung jawabkan; Bahwa terkait kelangkaan obat dan tingginya harga eceran obat Covid-19 di masyarakat sudah seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.

Hal tersebut mengingat Covid-19 telah ditetapkan sebagai Bencana Nasional Non Alam sebagaimana KEPUTUSAN PRESIDEN NO. 12 TAHUN 2020 TENTANG PENETAPAN BENCANA NON ALAM PENYEBARAN CORONA VIRUS DISEASE 2019, sehinga dalam hal ini seharusnya ada pengesampingan norma hukum positif terkait hal tersebut dalam konteks adanya alasan kondisi darurat dan kesehatan; Bahwa selanjutnya atas pertimbangan hukum oleh Majelis Hakim dan kemudian dengan memperhatikan Keadaan yang meringankan Terdakwa yang pada intinya Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya sehingga memperlancar persidangan dan Terdakwa belum pernah dihukum; Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka haruslah dibebani pula untuk membayar biaya perkara; Memperhatikan, Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang- undang R.I. Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1KUHP dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;

MENGADILI:

“Menyatakan Terdakwa CL tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu, sebagaimana dalam dakwaan primair; Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah); Demikan diputuskan oleh Majelis Hakim dalam perkara a quo, hal mana diterima oleh Terdakwa dan juga Kuasa Hukum, hal mana mengingat Terdakwa telah menjalani masa tahanan selama proses hukum selama 8 bulan, sehingga pada saat putusan diucapkan pada 11 Maret 2022, beberapa hari kemudian CL dapat memperoleh kembali kebebasannya dan mengucap syukur, serta berterimakasih kepada setiap pihak yang telah membantunya,” pungkas Jessie Hezron, S.H., M.H. (Mus/J P)