CREW CONFERENCE
HURU-HARA BRAINSTORMING
SEBUAH PEMANTAPAN YANG MENGEJUTKAN !
Written by : Fahdi Aprianto
SKI, Jakarta – Jum’at siang, 19 Juli 2019, menjadi saksi atas ruang dan waktu dalam sebuah produksi PT. FANS, Film Artis Nasional. Brainstorming. Mengurai segala wacana eksotik dan estetika audio visual dalam teamwork, dijadikan tahapan yang tak pantas dilewati. Telah menjadi hal yang pantas diharuskan dalam upaya mencapai kata mufakat. Tanpa melewati fase itu, kesimpangsiuran dan kebuntuan dalam bekerja pasti akan berlimpah dituai.
Kepastian alur kerja dan kejelasan kinerja adalah cermin seberapa akurat dan telitinya Tim produksi dalam membreakdown skenario. Mencermati dengan mata pikiran hingga penajaman di kedalaman urat nadi isi cerita menjadi hal urgen pada tahap pra produksi, sebagai parameter yang tak bisa ditawar-tawar lagi yaitu penentu utama sukses dan tidaknya dalam sebuah produksi.
ANALISIS IDE CERITA.
Setelah melewati tahapan penggalian informasi dari semua narasumber, buku, artikel, dan video selama satu (1) bulan, lahirlah outline skenario, yang akan dipakai sebagai acuan bersama untuk semua divisi produksi.
Tujuan pembuatan film seharusnya mengerucut dengan jelas dan tegas, bahwa ia dibuat untuk kepentingan hiburankah, fokus pada fenomena tertentu apa, terarah pada tema pendidikankah, berkonsep dokumenter seperti apakah, dengan sisipan pesan moral apa dan disisipkan di bagian mana dan cara tertentu seperti apakah. Jika tujuan telah gamblang ditetapkan dan siap dilesatkan anak panah pengajuan berbagai divisi, dengan sistem penerapannya yang fleksibel dan kondisional siap bertumbuh, maka semua detail cerita dalam pembuatan film pun akan mudah terlihat, terkontrol, dan mudah didisain dalam berbagai kreasi kemungkinan dalam paska produksi, editing.
Ide cerita dan konsep garapan skenario film “Menjelang Senja Di Bojongkokosan” lahir dari hasil riset. Penggalian sekaligus pendalaman informasi, bentuk lain dari observasi dan eksplorasi demi terkumpulnya sejumlah data dan fakta yang diperlukan, baik hasil dari langsung bertanya pada narasumber maupun hasil mendiagnosa isi buku atau artikel. Menjadi proses riset yang butuh ekstra waktu, tenaga dan pikiran, pun butuh evaluasi terstruktur ketat sebelum ditarik kesimpulan pasti.
Latarbelakang munculnya gagasan pembuatan film “Menjelang Senja Di Bojongkokosan” selain atas permintaan Mr. Marco Bertocianno, produser dan sutradara Italia, juga diperoleh dari kisah nyata yang terjadi di Bojongkokosan, Sukabumi, pengalaman pribadi narasumber, saksi keluarga pelaku, hasil penggalian data dan informasi dari buku dan artikel.
Bukanlah cerita rakyat atau dongeng, atau adaptasi dari novel, cerpen, atau komik, meski penyampaian pesan melalui sketsa kartun akan dipakai sebagai media pengganti adegan mistis yang akan terkesan terlalu didramatisir jika dipaksa diperankan.
HASIL BRAINSTORMING : PREVIEW
Skenario yang telah fix disusun perlu di-breakdown untuk dipelajari dan disusun detail rincian ceritanya sebelum dibuat film. Hasil akhir brainstorming setelah terjadi lalu lintas huru-hara ide dan gagasan kreatif yang cukup seru di ruang tengah disaksikan Drs. H. Zainal Arifin.
Tersusunlah berkas preview bahwa travelling mobil akan dimulai dari desa Cigombong, host akan memberi kata pengantar terkait adanya benang merah dari satu desa ke desa lainnya dengan pertempuran Bojongkokosan, lalu kedua, Host akan singgah di kantor desa Cigombong.
Kedua, menuju desa Benda hingga singgah ke kantor desa Benda yang erat kaitannya dengan peristiwa 9 Desember 1945, dilanjut meluncur dan hanya melewati desa Kompa, di tengah perjalanan dan masih di dalam mobil, Host sedikit mengurai tentang Desa Kompa, dan diteruskan mobil meluncur hingga ke Museum Palagan Bojongkokosan, mulai dari turun mobil di depan musium, Host mengajak berbincang pemirsa sambil terus berjalan memasuki pintu museum, memperhatikan semua pajangan di beberapa sudut musium. Kemudian menemui dan intervew dengan Wawan Suwandi selaku narasumber.
Usai itu, keduanya terus bergerak menuju rumah Mang Caing (anak dari Abah Aceng). Sedang di sudut lain, di rumah Mang Caing, tak lama setelah Mang Caing sedang asyik dialog bersama Abah Anom, Boncel dan Moi, datanglah dua Host (Najwa Sazkiya dan Caren) ikut mengerucutkan pembahasan tentang Abah Aceng, lalu sebelum pamit menanyakan rumah Abah Pepen, Abah Adang, dan Abah Jaja’.
Sebelum melanjutkan perjalanan mereka, tim dibagi dua kelompok : Abah Anom bersama Najwa menuju rumah Abah Adang, sedang Boncel dan Mio didampingi Caren menuju rumah Abah Pepen. Setelah kedua kelompok itu selesai berkunjung, lalu bertemu kembali di sebuah tempat, lantas menuju ke rumah Abah Jaja’ almarhum, bertemu dengan istri Abah Jaja’ yang bercerita tentang betapa gigihnya Abah Jaja’ bersama para pejuang Bojongkokosan lainnya saat bertempur melawan sekutu, dan betapa mengenaskannya kehidupan Abah Jaja’ beserta keluarganya yang sakit-sakitan dan hidup di bawah garis kemiskinan, yang selama bertahun-tahun hingga wafatnya beliau, tak ada sedikit pun perhatian berupa santunan tetap atau uang pensiun sebagai Veteran dari pihak pemerintah. Ironis.
MENYUSUN JADWAL DAN BUDGETING
Wilujeng Ayu Sartika, clepper manis asal Padang, membantu Dicky Chelebez, astrada rendah hati sekaligus periset, menyusun rincian dan detail Working Schedule (jadwal). Mulai kapan dan batas akhir waktu syuting, siapa saja kru, host, dan pemain yang akan terlibat, butuh peralatan apa saja, kapan, dan di mana harus mulai ditempatkan. Termasuk soal Angle pengambilan gambar untuk setiap scene dan susunan detail shotnya. Keadaan lokasi pun menjadi faktor penentu pembuatan jadwal.
Sedang terkait soal berapa dan bagaimana rincian biayanya, juga penggandaan skenario film untuk kru dan pemain, penyediaan property, kostum, make-up, akomodasi, transportasi, konsumsi dan honor untuk pemain, sudah dituntaskan sebelumnya. Terlebih lagi soal riset dan hunting lokasi sudah dilakukan di depan. Hanya soal perijinan dan pemberitahuan tinggal 10 % on progress sampai hari ini.
“Abah menaruh rasa percaya pada mereka. Tadi siang, meski Abah gak hadir dalam briefing mereka. Abah ingin kedua tim itu dapat membuktikan hasil kerja mereka baik pada saat syuting hingga launching” tantang H Abah Anom.
Dini Rahmawati S.Pd.i, lurah Desa Bojongkokosan, calon narasumber itu, tampak sangat antusias dengan kehadiran H Abah Anom selaku eksekutif Produser yang juga putra daerah Sukabumi, bersama seluruh tim produksi dan Zainal selaku RT setempat, beliau duduk berdampingan dengan Drs. Zainal Arifin selaku tokoh dan fasilitator.
“Sebuah kehormatan besar bagi kami atas kedatangan H Abah Anom bersama Kru Produksi Filmnya. Tanpa disangka-sangka. Sudah lama saya bercita-cita mengangkat Bojongkokosan. Pernah beberapa personil stasiun tv bilang siap membantu, tapi kenyataannya belum ada realisasinya sama sekali, sampai sekarang. Saya sangat bahagia, sebab impian tentang Bojongkokosan bisa jadi kenyataan”, Ucap Dini Rahmawati S.Pd.I.
Aa Ruslan Sutisna dari Mata Sosial mengekspresikan semangat H Abah Anom dan Tim produksi dengan guratan puisinya:
“Langit yang menguning di ujung mata/Menari kilas masa yang hampir duduk di ujung bulu mata/Sehening do’a yang menyentuh kalbu/Kisah-kisah leluhur yang terukir di batu/Perjuangan yang mengubah darah jadi keringat/Lelah letih tak membuat tulang belulang remuk/Terngiang suara jepretan ketepel yang memecah topi dan tang baja remuk/Terbayang bambu runcing yang menancab di tubuh musuh darah berkarat/Senja di Bojong Kokosan aku rindu petuah ajengan/Rindu gema takbir santri di masjid tua/Kini kami sudah merdeka dalam menjelang kesejahteraan/Senja di Bojong Kokosan kami rindu ajengan dan Veteran/Di bumi pertiwi ini perjuangan suci/Palagan Bojong Kokosan sejarah menjelang senja/Mereka pembela negara sampai di alam nanti/Senja di Bojong Kokosan kami lanjutkan perjuangan dengan karya nyata”. (Red SKI).
Komentar